Cerita Tentang Perbedaan Pada Masa Jawa Kuno Dan Jawa Anyar

Cerita Tentang Perbedaan Pada Masa Jawa Kuno Dan Jawa Anyar - Berbeda dengan masyarakat jawa Anyar. Masyarakat jawa pada masa kuno terkenal lebih keras. Berikut adalah perbedaan masa jawa kuno dan jawa Anyar.


Pada masa Jawa Kuno, masyarakat Jawa terkenal keras, angkuh dan berani mati. Namun mereka masih bisa menghargai sistem ‘warna’ (strata sosial) yang dibagi menjadi empat tingkatan : brahmana, ksatria, wesya dan sudra. Seangkuh-angkuhnya para ksatria, wesya dan sudra, mereka tetap bisa mematuhi dan mentaati apa yang diucapkan oleh para brahmana.

Seangkuh-angkuhnya para wesya dan sudra, mereka masih bisa menghargai para ksatria. Seangkuh-angkuhnya para sudra mereka masih bisa menghormati para wesya. Sebagian besar klasifikasi ‘warna’ ini didasarkan pada keturunan, namun di Jawa tidak menutup kemungkinan seorang sudra menjadi wesya dan ksatria, serta seorang wesya dan ksatria menjadi brahmana jika mereka memang memiliki kemampuan untuk itu. Dari awal menurut sastra suci, ‘warna’ memang tidak ditentukan oleh keturunan, melainkan oleh Guna (Talenta) dan Karma (Perbuatan/Keahlian). Seangkuh-angkuhnya orang Jawa Kuno, mereka masih bisa menghaturkan sembah ketundukan dan masih memiliki tabiat kepatuhan.

Berbeda dengan masa Jawa Anyar setelah masuknya bangsa barat, orang Jawa benar-benar dijadikan inlander rendahan. Masa-masa ini adalah masa dimana terjadi penghancuran mental dan harga diri orang Jawa secara hebat dan terstruktur. Celakanya para penguasa pribumi Jawa ikut-ikutan menancapkan kuku-kuku feodalisme mereka. Yang paling kentara adalah penciptaan tingkatan-tingkatan bahasa Jawa, mulai dari Jawa ngoko, Jawa krama dan segudang bahasa mbulet lainnya. Masa ini adalah masa dimana jiwa masyakarat Jawa benar-benar tengah ditenggelamkan. Hasilnya, masyarakat Jawa menjadi masyarakat yang lemah tak berdaya, tidak bisa blak-blakan, sêlinthutan dan hanya berani berkata ‘sêndika dhawuh’ saja.

Kini ketika penjajahan sudah pupus, feodalisme Jawa Anyar sudah terkikis dan kebebasan demokrasi telah dibuka, nampaknya karakteristik masyarakat Jawa yang keras dan angkuh mulai bangkit kembali sebagaimana masa Jawa Kuno dulu. Hanya saja yang membedakan, masyarakat Jawa sekarang menjadi selayaknya kuda liar yang keras dan angkuh tanpa batasan -namun takut mati. Mereka tidak mengenal lagi klasifikasi ‘warna’, tidak mengenal lagi kepada siapa mereka harus tunduk dan memberikan penghargaan. Mereka cenderung selalu menuntut untuk dihargai, menuntut untuk dilayani. Yang tidak memiliki kemampuan minta disamakan dengan mereka yang memiliki kemampuan. Yang tidak memilili keahlian minta disamakan dengan mereka yang memiliki keahlian. Sungguh angkuhnya luar biasa. Saya tidak tahu apakah ini proses dari sebuah pendewasaan atau bukan. Yang jelas saat ini saya melihat orang Jawa -mungkin juga orang-orang luar Jawa- mirip-mirip dengan ungkapan sarkastik ‘Kere munggah bale’.

Tulisan Cerita Tentang Perbedaan Pada Masa Jawa Kuno Dan Jawa Anyar diatas adalah sebagai refleksi untuk menggambarkan bagaimana sebagian masyarakat jawa yang sudah terlalu parah atau sudah hilang jawanya. Tentang keteguhan hati manusia dan iming-iming duniawi.

Klik disini untuk melihat artikel menarik lainnya.

0 Response to "Cerita Tentang Perbedaan Pada Masa Jawa Kuno Dan Jawa Anyar"

Post a Comment